No comments yet

Penting, Sinergi Multi Stakeholder dalam Promosi Migrasi Aman dan Pemberantasan TPPO dari Hulu ke Hilir

Arbeiterwohlfahrt (AWO) Internasional dan Institute for Education Development, Social, and Religious Cultural Studies (Infest) Yogyakarta menyelenggarakan workshop nasional dengan tema “Promosi Migrasi Aman dan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).” Acara yang diadakan di Jakarta, pada Senin-Rabu (16-18/12/19) ini melibatkan multi pemangku kepentingan baik dari tingkat desa, daerah, dan nasional. Di forum workshop ini hadir juga narasumber dari salah satu lembaga di Filiphina, Inter-Agency Council Against Trafficking (IACAT), yaitu dewan yang diamanatkan khusus untuk mengembangkan program-program yang komprehensif dan terintegrasi untuk mencegah dan menekan angka perdagangan orang di Filipina.

Sambutan dari AWO Internasional

Pembahasan migrasi aman dan pemberantasan TPPO merupakan tema penting dari kompleksnya persoalan migrasi bukan hanya di Indonesia, namun juga di dunia. Sehingga beragam inisiasi baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO), seakan tak pernah cukup mampu memberantas persoalan TPPO. Beberapa stakeholder yang hadir dia antaranya adalah perwakilan dari Kementrian Tenaga Kerja (Kemenaker); Subdit Verifikasi Dokumen Perjalanan Dit. Lalu Lintas Keimigrasian; Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) dan mitra; Mitra Wacana dan mitra; Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI); International Labour Organization (ILO); Infest dan mitra; Perkumpulan Panca Karsa dan mitra; Direktorat Pemberdayaan dan Penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI); Human Right Working Group (HRWG); Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indknesia; Justice Without Borders (JWB); International Organization for Migration (IOM); Universitas Indonesia (UI); Migrant Care; dan Organisasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI).

Pentingnya Sinergi Antar-Stakeholder

Dalam konteks Indonesia, pembahasan terkait migrasi aman juga menjadi penting dikaitkan dengan penetapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) dan penyusunan peraturan turunannya. Dalam pembahasan terkait tantangan pelaksanaan kebijakan UU PPMI pada fase sebelum bekerja dan sesudah bekerja, menurut Tanti, perwakilan dari Kemenaker, sampai saat ini masih ada sejumlah tantangan sebelum bekerja maupun sesudah bekerja.

Tantangan sebelum bekerja di antaranya penyebarluasan informasi (bentuk, cara, frekuensi, kepada siapa, dll); pelayanan cepat dan pasti ; sebaran fasilitas penunjang proses ; kemudahan akses ke lembaga pelatihan bagi calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang dituntut aktif ; perbedaan definisi prosedural dengan negara penempatan . Sementara tantangan bagi pekerja migran Indonesia (PMI) sesudah bekerja , di antaranya adalah tantangan data purna PMI ; terbatasnya ketersediaan program pemberdayaan ; pendampingan kasus saat sudah tidak berada di negara penempatan ; pengakuan kompetensi sebagai modal mencari peluang kerja di dalam negeri ; serta kurangnya minat PMI purna dalam berwirausaha.

“Jadi, bagaimana sekiranya teman-teman CSO berkenan dalam tantangan-tantangan ini, kami mengundang sebesar-besarnya, karena tujuan kita sama ingin PMI terlindungi. Jadi mari kita mengambil peran yang mana,” ungkap Tanti.

Peran Penting Desa dalam Upaya Migrasi Aman

Dalam workshop promosi migrasi aman dan pemberantasan TPPO, pembahasan tentang pentingnya peran pemerintah desa (Pemdes) dalam migrasi aman juga banyak diungkap. Menurut Tanti, sebelum ada UU PPMI, selama ini peran sentral ada di pemerintah kabupaten kota. Namun saat ini dalam UU PPMI Nomor 18 Tahun 2017, secara jelas disebutkan lima (5) tugas dan tanggung jawab Pemdes dalam Pasal 42. Tugas dan tanggung jawab Pemdes di antaranya adalah menerima dan memberikan informasi dan permintaan pekerjaan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; melakukan verifikasi data dan pencatatan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI); memfasilitasi pemenuhan persyaratan administrasi kependudukan CPMI; melakukan pemantauan keberangkatan dan kepulangan PMI; dan melakukan pemberdayaan kepada CPMI, PMI, dan keluarganya.

Dalam perkembangannya, inisiasi dari CSO yang selama ini peduli persoalan PMI juga turut dihadirkan dalam workshop ini. Masing-masing CSO juga menghadirkan mitra mereka, baik dari Infest Yogyakarta, ADBMI, Perkumpulan Panca Karsa, maupun Mitra Wacana. Pembelajaran dari beberapa CSO ini cukup beragam, termasuk bagaimana mereka memperkuat kapasitas masyarakat desa hingga pemerintah desa dalam penanganan kasus PMI maupun pemberdayaan bagi PMI purna di desanya. Termasuk bagaimana tantangan dan strategi yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran tersebut.[]

 

Post a comment

You must be logged in to post a comment.