No comments yet

Perempuan Paling Rentan Terpapar Racun Pestisida

Oleh: Alimah Fauzan*

“Mengerikan”, setidaknya demikian istilah yang dapat menggambarkan ekspresi para ibu di desa saat mendengar cerita tentang dampak penggunaan pestisida bagi perempuan. Cerita tersebut bukan sekadar karangan atau pun mengada-ada, namun hasil penelitian dan pengalaman pendampingan yang telah dilakukan oleh ibu Rosana Dewi. Rosana Dewi atau yang akrab disapa ibu Dewi merupakan Direktur Badan Usaha Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gita Pertiwi. LSM Gita Pertiwi adalah LSM yang memfokuskan diri pada kegiatan pelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat.

2013315petani bawang (radarcirebon com) b

Pada Kamis (7/1/16), para perempuan yang tergabung dalam kelompok perempuan “Raga Jambangan”di desa Jatilawang berkumpul mendiskusikan beberapa hal. Salah satu tema diskusi yang cukup menarik perhatian ibu-ibu adalah tentang dampak pestisida terhadap kesehatan terutama kesehatan reproduksi (Kespro) Perempuan. Tentu saja, informasi tersebut cukup menarik perhatian karena para perempuan ini juga setiap harinya ada yang membantu suami di ladang. Ketergantungan petani di Jatilawang terhadap penggunaan pestisida kimia sebenarnya menjadi kegelisahan tersendiri. Termasuk bagi perempuan, salah satunya adalah yang pernah ditulis oleh ibu Rahayu dalam tulisannya yang berjudul Ketergantungan Petani Pada Pestisida, lalu ada juga ibu Lindawati yang menulis tentang Ladang. Kedua tulisan perempuan asal Jatilawang ini menggambarkan bagaimana ketergantungan petani di desanya pada penggunaan pestisida.

Desa Jatilawang memang kaya akan sumber daya alamnya. Salah satunya adalah di bidang pertaniannya. Desa Jatilawang terletak di dataran tinggi pegunungan dengan hawa dan udara dingin yang sejuk. Luas ± 799 Ha dengan jumlah penduduk tahun 2015 sekitar 5136 orang dengan KK 1155. Kekayaan alamnya begitu melimpah, bahkan menurut hasil identifikasi aset dan potensi yang telah dilakukan kelompok perempuan Jatilawang, di desa ini tidak ada pengangguran.

Semua warga baik laki-laki perempuan tidak hanya bekerja mengolah lahannya, namun juga sebagai buruh pabrik di desanya, selebihnya para perempuan yang tidak bekerja di luar rumah disibukkan dengan pekerjaan domestik sebagai ibu rumah tangga dan membantu suami mengolah lahan. Sadar akan kondisi masyarakat yang sebagian besar mengolah lahannya, maka para perempuan Raga Jambangan pun sangat antusias berdiskusi tentang dampak pestisida.

Selama proses diskusi, rasa ingin tahu para ibu di desa ini begitu besar terutama bagi kesehatan resproduksi (Kespro) mereka. Respon dari para ibu ini setidaknya menunjukkan bahwa perempuan masih minim informasi tentang dampak pestisida terutama terhadap Kespro perempuan belum semuanya diketahui oleh perempuan itu sendiri. Sehingga tulisan ini mencoba menghimpun informasi dan pengetahuan terkait dampak pestisida terhadap Kespro perempuan.

Peran perempuan di sektor pertanian

Sebagai negara agraris, jumlah perempuan usia di atas 10 tahun dalam sektor pertanian mencapai 40 persen. Berbagai penelitian dalam sektor pertanian menunjukkkan bahwa peran perempuan pada kegiatan pertanian sangat substansial. Kesemuanya menyebut adanya pembagian kerja seksual dimana perempuan melakukan kerja selama proses produksi yang meliputi penanaman, penyiangan, pemeliharaan, panen, pasca panen, pemasaran, baik yang bersifat manajerial tenaga buruh, pada komoditi tanaman pangan ataupun tanaman industri yang diekspor. Beberapa pekerjaan malah dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti halnya menanam bibit, menabur benih dan menyiang.

Tahun 2012, Kementerian Pertanian memperkirakan ada sekitar 50% perempuan Indonesia yang terlibat dalam pembangunan sektor ini (2012). Dari 23 juta kepala keluarga petani, sebagian besar dari mereka adalah perempuan, isteri atau ibu yang juga terlibat. Jumlah perempuan itu sendiri sebanyak 49,66 % (118 juta lebih), hampir separuh dari jumlah penduduk nasional 237,6 juta, atau hampir seimbang dengan jumlah penduduk laki-laki 50,34% (119 juta lebih).

Bahaya pestisida terhadap Kespro perempuan

Informasi yang membahas tentang dampak penggunaan pestisida bagi kesehatan sudah banyak bertebaran dari berbagai sumber dan media. Bahkan para petani sudah sering mendengar informasi tersebut. Namun dampak pestisida bagi Kespro tidak semua mengetahui dan memahaminya, bahkan oleh perempuan itu sendiri.

Kespro adalah singkatan dari kesehatan resproduksi. Kespro menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Pengertian lain kesehatan reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi.

3Peran perempuan di sektor pertanian yang sangat besar membuat perempuan juga dominan dan paling beresiko terhadap dampak pestisida. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pangan Dunia di perserikatan bangsa-Bangsa (FAO), jumlah perempuan yang terlibat di sektor pertanian meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah tenaga kerja perempuan dalam sektor pertanian mengalami peningkatan hampir empat kali lipat dari tahun 1960 sebanyak 7,43 juta menjadi 20,82 juta orang pada tahun 2000 (Data FAO, 2000). Meskipun FAO belum pernah mengeluarkan data jumlah petani terutama petani perempuan yang terkena dampak pestisida, namun ada beberapa studi terhadap kasus – kasus yang berkaitan dnegan dampak pestisida tersebut.

Di beberapa Negara Asia ditegaskan bahwa perempuan adalah pekerja utama di pertanian dan perkebunan, yang berhubungan langsung dengan penggunaan pestisida dalam pekerjaannya sehari-hari. Seperti di Malaysia, perempuan terlibat di hampir 80 persen dari 50,000 dari pekerjaan umum dan terpaksa menjadi pekerja di perkebunan, dengan sebanyak 30,000 orang yang aktif sebagai penyemprot pestisida di sektor perkebunan sendiri. Para pekerja di Malaysia sangat beresiko terpapar pestisida karena hampir sehari-hari menggunakan pestisida seperti Paraquat, Methamidophos dan Monocrotophos. Akibatnya, petani perempuan dan perempuan buruh perkebunan banyak yang menderita penyakit dan mengalami gangguan kesehatan yang kronis dan akut. Seperti kuku jari tangan yang membusuk, gatal-gatal, perut mual dan nyeri, sakit punggung, pusing, nafas sesak, mata kabur/rabun, mudah marah, sakit kepala, sesak di dada, bengkak, nyeri otot, rasa gatal kulit dan infeksi kulit , bahkan timbulnya kanker.

Pada umumnya adalah gangguan terhadap sistem reproduksi perempuan, seperti kanker rahim dan kanker payudara. Ditemukan fakta anak-anak yang dilahirkan mengalami cacat fisik, keterlambatan mental, serta kekebalan tubuh rendah. Selain gangguan terhadap kesehatan, tidak kurang kerusakan yang terjadi pada lingkungan yang berhasil dicatat adalah ditemukan ikan, lebah madu, kodok, dan ternak unggas ayam yang mati. Sebuah penelitian lain di India memperkirakan bahwa lebih dari 1000 orang pekerja di perkebunan ini telah terpapar pestisida dalam kurun waktu antara agustus hingga desember 2001 dan lebih dari 500 orang berakibat kematian, ternyata lebih dari setengah dari pekerja tersebut adalah perem

3

Di Indonesia sendiri, menurut data pertanian tahun 2000 menyatakan 50,28% dari total jumlah tenaga kerja di sector pertanian atau sebesar 49,60 juta adalah perempuan, kenyataannya masih sedikit penelitian terhadap tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh pestisida baik itu pada proses pertanian maupun pada produk makanan. Sehingga hanya beberapa kasus keracunan pestisida maupun gangguan yang dialami yang disebabkan dampak pestisida yang terungkap.

Beberapa dari kasus gangguan terpapar pestisida yang ditemukan ternyata sebagian besar penderitanya adalah petani perempuan. Kasus keguguran kehamilan yang dialami oleh salah seorang petani dari Sumatera Barat akibat penggunaan pestisida Dursban yang dicampur dengan Atracol (Terompet No.5,1993), menunjukkan fakta bahwa pestisida sangat berbahaya bagi perempuan terutama bagi kesehatan reproduksinya. Pestisida dapat meracuni embrio bayi dalam kandungan yang sama berbahaya seperti meracuni ibunya, bahkan yang belih buruk lagi kerusakan dapat terjadi sebelum masa kehamilan. Perempuan yang terkena pestisida masa awal kehamilan dapat mengakibatkan cacat pada bayi.

Dalam kurun waktu yang cukup lama ternyata pestisida ibarat tombak yang bermata dua. Di satu sisi pestisida mampu membantu meningkatkan kesejahteraan manusia, akan tetapi disisi lain pestisida adalah racun yang merusak manusia dan lingkungan. Peningkatan penggunaan pestisida untuk pertanian terjadi karena dalam keadaan tertentu ternyata pestisida lebih efektif, praktis, dan lebih cepat mengendalikan jasad penganggu sedangkan cara-cara lain tidak selalu mudah dilakukan.

4

Salah satu daerah yang tingkat pemakaian pestisidanya cukup tinggi adalah di kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Salah satu kejadian akibat keracunan pestisida pernah terjadi pada isteri petani bawang merah di desa Kedunguter, Kecamatan Breses, Kabupaten Brebes. (Muamilatul Mahmudah, dkk dalam Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 11 / No. 1, April 2012)

Menurut hasil penelitian Muamilatul Mahmudah dan kawan-kawan, data pemeriksaan sampel kolinestrase menunjukkan bahwa tingkat pencemaran pestisida di Kabupaten Brebes sudah mengkhawatirkan, terlihat dari banyaknya petani yang tercemar pestisida dalam kandungan darahnya, dari 11 kecamatan dengan jumlah petani yang diperiksa sebanyak 457 orang, menunjukkan 19,25% mengalami keracunan ringan dan 4,08% mengalami keracunan sedang.

Desa Kedunguter merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Brebes yang memiliki lahan pertanian sebesar 255 Ha dengan jumlah kelompok tani sebanyak 5 kelompok dengan komoditi bawang merah. Hasil wawancara dengan beberapa istri petani menunjukan bahwa tingkat penggunaan pestisida di daerah tersebut sangat tinggi dan intensif. Mereka pada umumnya campuran 3-5 jenis pestisida dengan frekuensi menyemprot hampir setiap hari, terutama pada musim penghujan, karena mereka beranggapan semakin sering tanaman disemprot maka akan mendapatkan hasil yang memuaskan, selain itu tanaman juga terhindar dari hama tanaman bawang.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan antara keikutsertaan istri dalam kegiatan pertanian dengan kejadian keracunan pada istri petani bawang merah di Desa Kedunguter Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes. Hal ini dibuktikan dengan menggunakan uji Chi-Square yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,042, akan tetapi tidak ditemukan nilai RP untuk yang mengikuti kegiatan pertanian. Nilai RP (95% CI) sebesar 2,163 (1,038-4,509) merupakan nilai untuk yang tidak mengikuti kegiatan pertanian.

Dari nilai RP tersebut, isteri yang tidak mengikuti kegiatan pertanian menjadi faktor protektif untuk isteri yang ikut dalam kegiatan pertanian. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyiapkan perlengkapan untuk menyemprot, termasuk mencampur pestisida, mencuci peralatan/pakaian yang dipakai saat menyemprot, mernbuang rumput dari tanaman, mencari hama, menyiram tanaman, dan memanen merupakan efek negatif dari pajanan pestisida sehingga dapat menyebabkan keracunan dan gangguan kesehatan.

Keikutsertaan isteri dalam kegiatan pertanian menyebabkan mereka terpapar dengan pestisida misalnya ketika suami menyemprot di sawah dan isteri sedang mencari hama atau mencabut rumput dari tanaman, ketika isteri mencuci pakaian suami yang dipakai sewaktu menyemprot memungkinkan isteri terpapar dengan pestisida yang menempel pada pakaian tersebut.

Demikian halnya pada waktu panen, melepaskan bawang dari tangkainya isteri akan terpapar dengan pestisida yang menempel pada kulit bawang yang dipanen, hal ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar kollinesterase darah sehingga menyebabkan keracunan pada isteri petani. Hasil penelitian ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama bekerja dalam bidang pertanian maka semakin sering kontak dengan pestisida sehingga risiko terjadinya keracunan pestisida semakin tinggi.

Masa kerja dalam kegiatan pertanian yang lama memungkinkan istri mengalami  lebih lama terpapar pestisida, sehingga berpotensi untuk terjadi bioakumulasi residu pestisida di dalam tubuhnya, yang pada akhimya akan terjadi penurunan kadar kolinesterase sehingga menyebabkan keracunan. Pada isteri pemakai pestisida yang lama pemakaiannya berkisar 6-10 tahun, menunjukkan kadar kolinesterase darah yang tinggi berarti telah mengalami keracunan tingkat berat.

Berdasarkan berbagai faktor yang diteliti, hanya terdapat dua faktor yang menunjukkan adanya hubungan. Yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah tingginya kadar kolinesterase dalam darah. Kadar kolinesterase dalam darah dapat dijadikan indikator bahwa petani tersebut mengalami keracunan. Dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya aktifitas kolinesterase darah.

images

Hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian ini, dengan rendahnya kadar kolinesterase dalam darah maka dapat diketahui pula faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian keracunan tersebut. Faktor-faktor ekstemal yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida pada istri petani bawang merah dalam penelitian ini adalah keikutsertaan istri dalam kegiatan pertanian dan tingkat risiko paparan.

Keracunan yang menimpa istri petani bawang adalah salah satu dari sekian banyak dampak dari bahaya pestisida. World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian yang sebagian besar (80%) terjadi di negara-negara berkernbang.(1) Data WHO menunjukkan bahwa dampak yang ditimbulkan akibat keracunan pestisida dapat sangat fatal seperti kanker, cacat, kemandulan dan gangguan hepar.

Bahaya bagi perempuan saat hamil, ketika pestisida yang tidak sengaja termakan oleh ibu hamil dapat menyebabkan bayi cacat lahir. Cacat lahir seperti spina bifida, bibir sumbing, kaki pengkor, dan sindrom down bisa diakibatkan paparan pestisida. Untuk memperkecil resiko, ibu hamil harus selektif dalam mengkonsumsi makanan dan minuman.

Bahaya pestisida juga berpengaruh terhadap perubahan hormon, jangka panjang dari paparan pestisida secara terus menerus dalam waktu sekitar 20-30 tahun akan terjadi perubahan hormonal dan sistem reproduksi. Pada anak laki-laki diistilahkan dengan demasculinisation, yaitu hilangnya sifat-sifat maskulin. Sementara pada anak perempuan disitilahkan dengan defeminisasion. Jadi anak mengalami perubahan orientasi seksualnya.

Pestisida menyebabkan diabetes. Bertahun-tahun ilmuwan percaya ada hubungan antara diabetes dengan pestisida. Menurut jurnal yang diterbitkan di Diabetes Care, orang yang mengalami kelebihan berat badan dan dalam tubuhnya terdapat pestisida golongan organoklorin berisiko tinggi terkena diabetes. Untuk menghindarinya, konsumsi makanan organic dan hindari penyegar udara kimia dan produk-produk artifisial yang beraroma.

Pestisida menyebabkan kanker. Pestisida cukup erat hubungannya dengan kanker. Lebih dari 260 pestisida berkaitan dengan beragam jenis kanker seperti limfoma, leukemia, sarcoma, jaringan lunak, otak, kanker hati, dan kanker paru-paru.

Pestisida menyebabkan autisme. Perpaduan antara gen dan polutan yang masuk ketika ibu hamil dipercaya para peneliti sebagai penyebab autisme. Kebanyakan insektisida membunuh hama dengan mengganggu fungsi saraf. Mekanisme yang sama terjadi pada janin yang terpapar insektisida. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Universitas Harvard menunjukkan urin yang mengandung pestisida berbahan aktif organofosfat pada anak-anak lebih mungkin mengalami ADHD dan hiperaktif dibanding urin pada anak-anak yang tidak tercemar pestisida.

Pestisida menyebabkan obesitas. Kadang pestisida bertindak sebagai hormon palsu dalam tubuh. Hormon ini mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur pengeluaran hormon yang sehat. Menurut penelitian yang dimuat jurnal Environmental Health Perspectives, lebih dari 50 jenis pestisida diklasifikasikan sebagai pengganggu hormon, di antaranya dapat memicu sindrom metabolik dan obesitas.

Pestisida menyebabkan parkinson. Penyakit gangguan degeneratif sistem saraf pusat atau yang sering mengganggu penderita keterampilan motorik, pidato, dan fungsi-fungsi lainnya atau Parkinson sangat berhubungan dengan paparan pestisida. Penelitian yang dilakukan menunjukkan penyakit ini berkaitan erat dengan paparan insektisida dan herbisida dalam jangka waktu yang panjang.

Dengan bertambah pengetahuan kita mengenal berbagai macam bahaya dari pestisida ini maka sudah sewajarnya kalau kita memang harus berhati-hati terhadap pengaruh negatif dari pestisida apalagi bila penggunaannya berlebihan.

Peneliti Kesehatan Masyarakat dari Universitas Gajah Mada, Nurul Kodriati, M.Med Sc., mengatakan bahwa saat ini banyak petani menggunakan berbagai bahan kimia untuk menjaga tanaman dari serangan hama. Tak cukup satu macam, kata Nurul, satu jenis buah atau sayuran bisa menggunakan 17 – 55 macam bahan kimia yang berbeda.

Menurut Nurul, buah yang paling banyak terpapar pestisida sehingga banyak residu yang menempel di kulitnya adalah apel, pir, serta anggur. Pada sayuran, jenis yang paling banyak terpapar pestisida adalah seledri, bayam, paprika, dan wortel.

Ambil contoh buah apel. Meski terlihat segar dan menggoda, kata Nurul, setidaknya ada tiga kandungan pestisida yang paling sering ditemui pada apel, yakni thiabendazole, diphenylamine, dan acetamiprid. Dampak bahan kimia tersebut bisa bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan kimianya dan seberapa banyak kita terpapar. Apa saja efeknya? Sedikitnya ada empat efek, yakni efek karsinogen (bisa menimbulkan kanker), hormone disruptor (mengganggu sistem hormonal), neurotoxin (mempengaruhi sistem saraf), dan mengganggu pertumbuhan serta fungsi reproduksi.

Berikut ini contoh bahaya bahan aktif pestisida terhadap kesehatan: Asefat beresiko menyebabkan kanker, mutasi gen, kelainan alat reproduksi; Aldikard sangat beracun pada dosis rendah; BHC beresiko menyebabkan kanker, beracun pada alat reproduksi; Kaptan beresiko menyebabkan kanker, mutasi gen; Karbiral beresiko menyebabkan mutasi gen, kerusakan ginjal; Klorobensilat beresiko menyebabkan kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi; Klorotalonil beresiko menyebabkan kanker, keracunan alat reproduksi; Klorprofam beresiko menyebabkan kanker, mutasi gen, pengaruh kronis; Siheksatin beresiko menyebabkan Karsinogen; DDT beresiko menyebabkan Cacat lahir, pengaruh kronis.

Upaya Pencegahan

Perempuan yang bekerja di sektor pertanian akan rawan terkena gangguan pada sistem reproduksi hal ini dapat membahayakan kondisi kesehatan bagi para wanita tersebut. Untuk itu sebaiknya kepada para petani untuk lebih waspada dalam penggunaan pestisida, sebaiknya para petani memperhatikan dosis penyemprotan pestisida yang akan dilakukan dan memakai alat perlindungan diri yang lengkap, tidak melakukan penyemprotan pada saat angin kencang dan tidak melawan arah angin pada saat penyempotan dan mengganti pakaian serta mandi dengan sabun setelah melakukan penyemprotan. Dan sebaiknya pemerintah menghimbau kepada para petani untuk mengurangi penggunaan pestisida dan dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik, agar dapat mengurangi dampak penyakit yang ditimbulkan oleh pestisida itu sendiri.

Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan.Ada beberapa cara untuk menghindari atau mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh penggunaan pestisida antara lain:

Pertama, pembelian pestisida. Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan ada label petunjuknya.Perlakuan sisa kemasan, Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.

Kedua, penyimpanan. Setelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.

Ketiga, penatalaksanaan penyemprotan. Pada pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan dan penyakit lainnya oleh sebab itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari terjadinya penyakit.

 

sumber gambar : klik disini

 

*Alimah Fauzan adalah staf gender Infest Yogyakarta.

Post a comment

You must be logged in to post a comment.