Dari sekitar 2.800 Petani Penderes di Gumelem Kulon, 74 di antaranya telah terdaftar sebagai penerima bantuan jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).
Nasib para petani penderes masih menjadi perhatian khusus para perempuan yang tergabung dalam organisasi perempuan Sidaluhur Sejati di desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegera. Advokasi jaminan kesehatan bagi para penderes merupakan salah satu upaya mereka untuk mengurangi angka kemiskinan di desanya. Advokasi yang mereka lakukan ini berbasis data kesejahteraan lokal, yaitu data yang telah dihasilkan para perempuan di desa selama mengikuti Sekolah Perempuan yang diinisiasi oleh Infest Yogyakarta. Data-data tersebut di antaranya data aset dan potensi, prioritas layanan publik, usulan kelompok marginal, dan data kesejahteraan berdasarkan indikator lokal.
Data-data yang dihasilkan para perempuan Gumelem Kulon tidak hanya dimanfaatkan pemerintah desa (Pemdes) Gumelem Kulon sebagai rujukan rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa). Namun juga digunakan sebagai data penerima bantuan, seperti data kesejahteraan lokal sebagai data utama untuk program bantuan jaminan kesehatan bagi para Petani Penderes. Munculnya 74 nama petani penderes yang terdaftar sebagai penerima bantuan Jamkesda, tidak berarti perjuangan para perempuan ini selesai. Pentingnya terus mengawal proses jaminan kesehatan bagi para penderes ini juga menjadi pembahasan dalam pertemuan rutin organisasi perempuan Sidaluhur Sejati, pada Rabu (25/052016) lalu.
Mengapa Penderes?
Para penderes di desa Gumelem Kulon sebagian besar adalah buruh penderes, sebutan penyadap nira dan petani gula kelapa. Dalam menjalankan profesinya, mereka bukan saja harus berhadapan dengan ulah para tengkulak, namun juga bertaruh nyawa, khususnya saat musim hujan. Sebagian Pekerjaan ini tidak mengenal hari libur karena terlambat beberapa jam saja, nira tidak lagi bisa diolah menjadi gula. Kalaupun dipaksakan dimasak, nira masam ini hanya akan menjadi gula gemblung (gila). Gula gemblung adalah sebutan larutan kental nira yang tidak bisa kering dan dicetak menjadi gula. Gula gemblung adalah musibah bagi para penderes karena harganya sangat rendah.
Untuk mendapatkan gula berkualitas bagus, seorang penderes harus segera memasak nira yang disadapnya. Dulu mereka melakukannya dengan tungku besar dan kayu bakar. Sekarang mereka melakukannya diatas tungku khusus dengan serbuk kayu (gergajian) atau merang (kulit padi) yang dipadatkan. Gergajian dan merang sangat mudah didapatkan dari pabrik pemotongan kayu atau “rice mill” yang ada di kampungku atau kampung sebelah.
Pon atau legi adalah saat yang ditunggu semua penderes. Inilah saat ketika mereka mendapatkan uang tunai dari penjualan gulanya. Bisa dipastikan pada hari pasaran ini, warung, pasar, dan kios di kampung kecilku ramai oleh para penderes dan keluarganya yang sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari
Menurut Tursiyem, salah satu pengurus organisasi perempuan Sidaluhur Sejati, petani penderes kelapa merupakan salah satu aset desa sekaligus tantangan bagi desa. Berdasarkan hasil survei para ibu ini, ada sekitar 2.800 petani penderes di desanya yang memanfaatkan nira dari 60.077 pohon kelapa. Sehingga sangat penting bagi desa memperhatikan nasib mereka untuk mendapat jaminan sosial kesehatan.
Pentingnya Verifikasi Data Penerima Bantuan
Advokasi berbasis data kesejahteraan yang dilakukan para perempuan ini, mendapatkan dukungan baik dari Pemdes maupun Pemda dalam hal ini dari Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (KPMD) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Banjarnegara.
“Ternyata perempuan lebih teliti. Dari wilayah kami, 812 Hektar, ada 62 RT dan 11 RW, para ibu ini jalan kaki dari rumah ke rumah untuk melakukan pendataan. Kami cukup bangga dengan adanya Sekolah Perempuan di tahun 2015, saya yakin dan percaya, nantinya bisa membantu pendataan. Karena selama ini data dari BPS tahun 2011 (Badan Pusat Statistik) jauh dari kefalidan. Sehingga harapannya data hasil ibu-ibu ini bisa dijadikan data baku (ditetapkan Perdes) untuk program-program desa,” ungkap Arief Machbub, Kades Gumelem Kulon.
Kades Gumelem Kulon juga menambahkan bahwa masih banyak para petani penderes yang masih bekerja di usia 50 tahun ke atas. Para penderes ini beresiko jatuh hingga menyebabkan cacat bahkan meninggal dunia. Di tahun 2016 awal, bahkan sudah ada tiga orang meninggal dunia karena jatuh dari pohon kelapa. 1 kasus di RW 4, RW 6, di RW 9, sehingga terkait jaminan kesehatan. Namun dari sekitar 2.800-an penderes, yang baru terdaftar hanya 74 penderes. Hal ini menurut Kades Gumelem Kulon, karena terbatasnya kuota penerima bantuan.
Upaya advokasi yang dilakukan organisasi perempuan Sidaluhur Sejati akan terus dilakukan. Salah satu tahapan yang dilakukan adalah dengan melakukan verifikasi data penerima bantuan iuran (PBI) yang dimiliki oleh desa maupun Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Banjarnegera. Dalam proses verifikasi tersebut akan diketahui apakah data PBI yang sudah ada sesuai dengan data kesejahteraan lokal. Jika tidak sesuai, maka Pemdes perlu melakukan perbaikan dan menetapan data penerima PBI yang sesuai dengan data kesejahteraan lokal desa melalui kesepakatan Musyawarah Desa (Musdes). [Alimah]