Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest Yogyakarta) perkuat kapasitas menulis pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan di Hong Kong melalui Pelatihan Jurnalistik bagi PMI. Acara yang berlangsung pada Minggu (29/09/2019) bertempat di Konfederasi Serikat Buruh Hong Kong (HKCTU), menjadi penyemangat tersendiri bagi PMI untuk memaksimalkan potensi menulisnya. Termasuk untuk menuliskan kegelisahan mereka terhadap sekian fenomena di lingkungan sekitarnya.
Pencegahan ekstremisme kekerasan di kalangan PMI menjadi salah satu isu penting untuk disuarakan oleh PMI itu sendiri. Apalagi di tengah hiruk pikuk politik Hong Kong yang semakin diwarnai oleh vandalisme dan kekerasan. Menurut Dedi Kristanto, Program Officer (PO) Infest di Hong Kong, pelatihan jurnalistik ini dirancang untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyebaran paparan ekstremisme kekerasan lewat media sosial. Selain itu, pelatihan ini juga penting untuk mendorong terbangunnya komitmen bersama di kalangan PMI Hong Kong untuk terlibat dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.
“Suasana Hong Kong sangat sepi dan tidak seperti biasanya. Namun ada beberapa perwakilan dari organisasi PMI yang diundang untuk mengukuti kegiatan pelatihan jurnalistik yang sudah mulai berdatangan. Kebetulan kegiatan ini bersamaan dengan kegiatan lain, sehingga ini menjadi tantangan tersendiri bagi PMI yang mau mengikuti proses pelatihan jurnalistik ini,” ungkap Dedi.
Pembentukan Pokja
Kondisi Hong Kong saat ini memang cukup berpengaruh pada aktivitas PMI dalam berkomunitas. Termasuk kabar tentang aksi domonstrasi yang akan terjadi secara besar-besaran. Kabar inilah, yang menurut Dedi, membuat beberapa peserta mengurungkan hadir dalam kegiatan pelatihan jurnalistik. Mereka juga sangat berpotensi tidak diijinkan oleh majikan mereka untuk keluar rumah. Namun akhirnya kegiatan berjalan lancar. Di pelatihan jurnalistik juga PMI mulai mendiskusikan tentang struktur kepengurusan Kelompok Kerja (Pokja).
Diskusi pembentukan Pokja menjadi pengantar pelatihan jurnalistik yang difasilitasi oleh Muhammad Irsyadul Ibad (Ibad), Direktur Infest Yogyakarta. Ibad menyampaikan materi tentang “Peran media sosial dalam penyebaran ekstremisme kekerasan”. Pendekatan yang dilakukan dalam pelatihan ini adalah pendekatan pendidikan orang dewasa (POD), dimana setiap peserta memiliki pengalaman tersendiri yang penting untuk digali dalam proses pembelajaran.
Mengenal Pengaruh Medsos bagi Organisasi Ekstremis
Di awal sesi pelatihan jurnalistik, Ibad mengajak peserta untuk sedikit menengok ke belakang bagaimana pengaruh media sosial yang digunakan oleh para organisasi ektremis. Medsos merupakan salah satu alat efektif untuk merekrut dan mempengaruhi para penggunanya untuk ikut mendukung gerakan mereka.
Dedi juga menjelaskan bahwa selama proses pelatihan, peserta cukup antusias mengikuti tentang paparan mengenai ekstremisme kekerasan dan kaitannya dengan media sosial.
“Saat terjadi tanya jawab, tampak bahwa pembahasan mengenai alur terjadinya proses paparan ekstremisme kekerasan menjadi materi yang semakin jelas bagi para peserta,” jelas Dedi.
Meskipun sudah jelas, tambah Dedi, namun tersirat bagaimana hubungan antara gerakan ekstremisme kekerasan agama dan media sosial belum cukup ditangkap dengan baik. Tetapi dengan beberapa contoh kasus, semakin jelas hubungan gerakan ekstremisme dengan dampak dari media sosial.
Sementara di pelatihan jurnalistik lanjutan, proses pembelajaran difasilitasi oleh Yudi Setiyadi, dari Infest Yogyakarta. Pelatihan ini diberikan dalam kelompok kecil dan cukup efektif dalam proses pembelajaran. Selain itu, materi juga dapat tersampaikan secara baik, meskipun waktnya termasuk singkat.
Dari proses pelatihan jurnalistik, peserta mendapatkan pemahaman singkat tentang distorsi informasi. Menurut Dedi, meskipun sangat singkat dijelaskan, namun bagian ini cukup memberikan pemahaman kepada peserta betapa dahsyatnya dampak dari distorsi informasi. Selain itu, peserta diajak untuk memproduksi berita.
Simulasi yang dicontohkan yaitu dengan satu orang dijadikan narasumber dan kemudian yang lainnya mencoba menuliskannya. Hasilnya, di luar dugaan karena ternyata peserta memiliki bobot tulisan jurnalistik yang cukup baik.