Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest) Yogyakarta kembali merangkul pemerintah dan sejumlah CSO (civil society organization) yang peduli para persoalan pekerja migran Indonesia (PMI).
Penyebaran ekstremisme kekerasan berbasis agama, sampai saat ini masih menjadi persoalan
serius di dunia termasuk di Indonesia. Penyebaran ideologi ini juga mengancam di kalangan PMI, khususnya PMI perempuan. PMI perempuan kerap kali mengalami kerentanan berlapis-lapis yang bekerja pada ruang lingkup domestik dan mengalami eksploitasi oleh majikan dan aktor lain, rentan menjadi korban sasaran perekrutan sejumlah organisasi ekstremis (Violent Extremist Organizations (VEOs)).
Kerentanan PMI terpapar kelompok ekstrem juga menjadi kegelisahan Infest. Sehingga pada tahun 2018, Infest mulai melibatkan pemerintah dan sejumah CSO dalam pelaksanaan pencegahan ekstremisme di kalangan PMI. Di tahun 2019, Infest juga kembali menjalankan program pada isu yang sama, yaitu program “Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di kalangan PMI dalam Memperkuat Kapasitas Negara dan Masyarakat”.
Dalam workshop Kick Off Program “Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di kalangan PMI dalam Memperkuat Kapasitas Negara dan Masyarakat”, pada Rabu-Kamis (7-8/08/2019), Direktur Eksekutif Infest, Irsyadul Ibad (Ibad) menyampaikan bahwa ada tiga komponen penting dalam pelaksanaan program.
“Komponen pertama adalah pencegahan ekstremisme kekerasan di negara penempatan Hong Kong melalui penguatan komunitas PMI dan kolaborasi komunitas dengan KJRI. Komponen kedua, penguatan peran negara dalam pencegahan radikalisme, kekerasan ekstrim dan perlindungan hukum di kalangan PMI di negara penempatan. Selanjutnya yang ketiga adalah produksi pengetahuan dan informasi sebagai counter narasi dan ideologi untuk kampanye pencegahan kekerasan ekstrem di kalangan pekerja migran Indonesia,” papar Ibad.
Berbagi Peran
Dalam Workshop Kick Off Program “Pencegahan Ekstremisme Kekerasan di kalangan PMI dalam Memperkuat Kapasitas Negara dan Masyarakat”, Infest juga melibatkan dengan beberapa lembaga pemerintah dan CSO terkait yang melakukan penanganan isu pekerja migran Indonesia (PMI). Beberapa di antaranya adalah Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Direktorat Perlindungan WNI dan Banduan Hukum Indonesia Kemlu RI (PWNI BHI Kemlu RI), LP3TKI Surabaya, BP3TKI Mataram, Yayasan Inklusif, Lokataru Foundation, NII Crisis Center, Migrant Aid Indonesia, Solidaritas Perempuan, dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan Lakpesdam PBNU.
Menurut Direktur Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan BNP2TKI, Ahnas, S.Ag, M.Si,, BNP2TKI telah berkolaborasi dengan Infest dalam hal pembuatan modul pencegahan ekstremisme bagi PMI dan TOT bagi instruktur pembekalan akhir pemberangkatan (PAP) tahap I, pada tanggal 28 – 29 Januari 2019.
PAP adalah kegiatan pemberian pembekalan atau informasi kepada Calon PMI yang akan berangkat bekerja ke luar negeri, agar calon PMI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibanya serta dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi. PAP diselenggarakan oleh BNP2TKI melalui BP3TKI/P4TKI di daerah.
“Rencana ke depannya, kami akan memasukkan materi pencegahan Ekstremisme bagi PMI dalam silabus pembelajaran PAP yang diatur melalui aturan Kepala Badan. Serta, melakukan kolaborasi dengan para stakeholder untuk melakukan TOT bagi para instruktur PAP terkait materi ekstremisme bagi PMI. Serta, membantu menyebarluaskan infografis/leflet/banner, dan lain-lain terkait pembinaan mental kepribadian dan pencegahan ekstremisme bagi PMI melalui jaringan daring BNP2TKI,” jelas Ahnas.
Selain BNP2TKI, perwakilan dari PWNI BHI Kemlu, Hernawan Abid (Awang), juga turut memaparkan perkembangan hasil kolaborasi bersama Infest pada tahun 2018. Salah satunya adalah mengakomodasi konten-konten kampanye pencegahan ekstremisme di kalangan PMI melalui alikasi Safe Travel. Konten-konten infografis dan narasi disusun oleh tim Infest berdasarkan rumusan bersama beberapa lembaga pemerintah maupun CSO.
“Kemlu sudah mengimplementasikan beberapa konten pencegahan ekstremisme dari Infest dan diubah dalam bentuk visual,” ungkap Awang.
Sementara itu dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kol Inf Legowo W R Jatmiko, S.I.P, Subdit Pencegahan BNPT, menjelaskan bahwa BNPT saat ini terus melakukan inovasi dalam proses pencegahan dengan menggunakan pendekatan Partisipasi publik, kearian lokal, kementerian lembaga, termasuk organisasi kemasyaratan.
“Pada intinya, BNPT sangat mendorog penuh kegiatan yang sifatnya inovasi. Sangat didorong penuh, khususnya dengan Infest. Pejabat-pejabat BNPT juga baik di dalam negeri maupun di luar nageri. Waktu kegiatan bersama dengan Infest di luar negeri juga manfaat yang luar biasa,” ungkap Jatmiko.
Selama dua hari, workshop telah menghasilkan dua poin penting sebagai rekomendasi, yaitu penting adanya harmonisasi kebijakan dan harmonisasi peran kementrian lembaga (KL). Keduanya, dalam proses kolaborasinya dilakukan mulai dari hulu ke hilir dengan serangkaian kegiatan yang akan dilakukan secara kolaborasi sesuai dengan pembagian peran masing-masing lembaga.