Pencegahan terhadap ekstrimisme bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak hanya dilakukan untuk pekerja migran yang telah berada di negara penempatan saja. Calon PMI yang masih berada di negara asal juga perlu dibekali dengan pembelajaran terhadap paham radikal dan ekstrim agar tidak terpapar. Melihat pentingnya hal tersebut, Infest Yogyakarta bersama dengan UN Women menyelenggarakan “Workshop Pencegahan Ekstrimisme di Kalangan Pekerja Migran Perempuan di Negara Asal”, pada Jumat-Sabtu (19-20/10/2018).
Acara yang diselenggarakan di Swiss Belboutique Hotel Yogyakarta ini melibatkan beberapa narasumber yakni dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Negara Islam Indonesia (NII Crisis Center). Selain itu turut hadir peserta dari beberapa Civil Society Organization (CSO) seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Solidaritas Perempuan, Migrant Aid, Lakpesdam NU, Yayasan Satu Dunia dan Yayasan Inklusif. Sebagai lembaga yang menyelenggarakan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dan berperan dalam proses pembekalan calon pekerja migran, Infest Yogyakarta turut mengundang instruktur PAP dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Bandung, BP3TKI Jakarta, BP3TKI Semarang dan Pos Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Malang.
Dalam pembukaan workshop, Ridwan Wahyudi, Manager Program Infest Yogyakarta, mengantarkan peserta dengan menceritakan workshop sebelumnya yang telah diselenggarakan oleh Infest Yogyakarta bersama dengan UN Women untuk pencegahan radikalisme di kalangan pekerja migran. Ridwan juga menceritakan bahwa pekerja migran dapat diberi bekal tentang pencegahan pemahaman radikal dan ekstrim lewat proses PAP, untuk itu harus dibuatlah formulasi materi tersebut lebih dulu.
“Selama ini materi radikalisme dan ekstrimisme belum baku dan berangkat dari inisiatif unit kerja BP3TKI atau instruktur. Melalui workshop ini, kita akan memformulasikan secara bersama-sama mengenai materi apa yang akan disampaikan ke dalam PAP untuk pencegahan radikalisme dan ekstrimisme bagi calon pekerja migran,” ujar Ridwan Wahyudi.
Setelah pengantar dari Ridwan Wahyudi, Sukanto dari NII Crisis Center menceritakan pengalamannya tergabung dalam kelompok ekstrim dan keputusannya keluar dari kelompok tersebut. Ia juga menceritakan tentang genealogi kelompok-kelompok ekstrim dan radikal di Indonesia. Teuku Fauzansyah, Analis Kerjasama Internasional pada Direktorat Pencegahan BNPT memaparkan mengenai pencegahan-pencegahan yang dilakukan oleh BNPT terhadap paham radikal. Sementara itu, Sri Andayani, Kasubdit PAP dan Fasilitasi Pembiayaan Direktorat Penyiapan dan Pembekalan Pemberangkatan, memaparkan tentang peluang masuknya materi radikalisme dalam PAP dengan mengurangi materi lainnya.
“BNP2TKI bisa mengurangi jam pelajaran untuk materi adat istiadat sebanyak satu jam dan kemudian ditambahkan untuk materi mental kepribadian. Di mental kepribadian itu kita bisa menambahkan materi tentang pencegahan radikalisme,” kata Sri Andayani.
Sesi acara selanjutnya dilakukan dengan diskusi kelompok dan diskusi terfokus yang menghasilkan rancangan untuk penulisan modul pencegahan ekstrimisme dan radikalisme bagi pekerja migran di negara asal. Selain itu workshop ini juga menghasilkan dua daerah asal pekerja migran yang akan disepakati sebagai pilot projek beserta dengan waktu pelaksanaannya.