Tahun ini Infest Yogyakarta memulai inisiasi model perlindungan buruh migran. Inisiasi ini bukan hanya dilaksanakan di Indonesia, namun juga Johor Bahru Malaysia. Tahap pelaksanaan program kini telah memasuki proses seleksi desa-desa yang akan dijadikan sebagai lokasi pelaksanaan program. Proses seleksi dilakukan berdasarkan hasil need assessment (NA) atau peneraan di 12 Desa di Indonesia yaitu di Kabupaten Blitar dan Ponorogo, serta beberapa komunitas peduli Buruh Migran Indonesia (BMI) yang ada di Johor Bahru Malaysia. Peneraan dilakukan untuk melihat respon dan kesiapan masing-masing desa, beberapa di antaranya adalah dalam hal ketersediaan regulasi, anggaran, program, pengelolaan data buruh migran, serta kesiapan komunitas yang akan terlibat.
Hasil peneraan di Kabupaten Blitar, Ponorogo, serta di Johor Bahru telah didiskusikan oleh Tim Infest Yogyakarta dalam Workshop Hasil Peneraan, pada Sabtu-Minggu (17-18/03/18). Berdasarkan hasil workshop, ada enam desa yang akan didampingi Infest Yogyakarta di Kabupaten Blitar dan Ponorogo. Di Kabupaten Blitar, Desa terpilih adalah Desa Gogodeso, Desa Pandanarum, dan Desa Mronjo. Sementara di Kabupaten Ponorogo, Desa terpilih adalah Desa Bringinan, Desa Nongkodono, dan Desa Pondok.
Keenam Desa terpilih akan belajar bersama Infest Yogyakarta dalam “Program Penguatan Perlindungan Buruh Migran di Negara Asal dan Negara Tujuan Penempatan.” Program ini merupakan kerjasama antara Infest Yogyakarta dengan AWO Internasional selama tiga tahun ke depan, mulai dari 2018 sampai 2020.
Kolaborasi Multi-Stakeholder
Dalam proses diskusi hasil peneraan, Infest Yogyakarta juga mengkaji kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) pada masing-masing level, mulai dari tingkat komunitas, desa, daerah, nasional, hingga internasional.
Menurut Irsyadul Ibad, Direktur Infest Yogyakarta, pelaksanaan program perlindungan buruh migran ini bukan hanya hanya melibatkan pemerintah desa (Pemdes). Namun juga pemerintah kabupaten (Pemkab) melalui beberapa Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). Selain di tingkat desa dan daerah, Infest juga berjejaring dengan beberapa lembaga baik di level nasional maupun internasional.
“Pada tahap awal pelaksanaan program, salah satu hal penting dari persiapan sosial membangun komitmen masing-masing stakeholder di semua tingkatan. Termasuk komunitas, program ini juga akan memastikan kesiapan semua komunitas untuk berkolaborasi dengan desa. Jadi sebelum komunitas melakukan perlindungan buruh migran dan menangani kasus, pastikan komunitas siap berkolaborasi dengan desa,” jelas Irsyadul Ibad.
Hal senada juga diungkapkan Ridwan Wahyudi (Yudi), Manager Program “Program Penguatan Perlindungan Buruh Migran di Negara Asal dan Negara Tujuan Penempatan.” Yudi menambahkan, dalam proses pelaksanaan program juga Infest berjejaring dengan lembaga lain. Lembaga yang dimaksud adalah yang memiliki kepedulian pada isu yang sama. Dalam pelaksanaannya, lembaga ini akan berkolaborasi memperkuat kapasitas komunitas dalam perlindungan buruh migran, seperti Justice Withuot Borders (JWB) Indonesia dan Serikan Buruh Migran Indonesia (SBMI). [Alimah]