Awal tahun 2018 ini, Institute for Education Development, Social, Religious and Cultural Studies (Infest) mulai mempersiapkan rencana strategi pelaksanaan program “Program Penguatan Perlindungan Buruh Migran di Negara Asal dan Negara Tujuan Penempatan”. Program ini juga merupakan bagian dari kontribusi Infest Yogyakarta dalam memperkuat kualitas pembangunan di desa. Khususnya, pada isu pelindungan purna pekerja migran dan anggota keluarganya. Dalam pelaksanaan program ini, Infest Yogyakarta bekerjasama dengan AWO Internasional selama tiga tahun ke depan (2018 – 2020).
Menurut Direktur Infest Yogyakarta, Irsyadul Ibad yang akrab disapa Ibad, program penguatan perlindungan buruh migran ini juga sebagai upaya membangun model untuk pelindungan pekerja migran dari hulu. Artinya, dalam hal ini peran desa sangat penting dalam perlindungan buruh migran. Sayangnya selama ini peran desa sering terabaikan, karena migrasi ketenagakerjaan dianggap bukan bagian dari kewenangannya. Akibatnya, desa belum dinilai sebagai pihak strategis dalam mengurai permasalahan pekerja migran. Di sisi lain, kesadaran akan masalah yang sebenarnya dialami pekerja migran tidak ternyatakan oleh pekerja migran. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan hak, akses kepada lembaga peradilan dan dukungan komunitas yang fokus pada pelindungan pekerja migran.
“Melalui UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, kini Desa memiliki potensi untuk meningkatkan perlindungan buruh migran dari hulu. Dengan adanya kewenangan berskala lokal desa yang beririsan dengan pelaksanaan pelindungan pekerja migran, yakni desa sebagai sumber layanan informasi, pendataan, penerimaan pengaduan masyarakat dan pemberdayaan. Meski demikian, harus kita yakini bahwa masih jarang desa yang memiliki inisiatif untuk meningkatkan pelayanan dan pelindungan bagi pekerja migran dan anggota keluarganya,” jelas Ibad.
Bangun Model Perlindungan BMI di Indonesia dan Malaysia
Salah satu persiapan sosial yang dilakukan Infest Yogyakarta adalah melakukan need assesement (peneraan) untuk mengetahui kesiapan dan respon calon desa dampingan. Pada Senin-Selasa (5-6/2/18), Infest Yogyakarta telah merumuskan rencana strategi pelaksanaan program. Selain itu, dalam pertemuan strategic planning, Infest juga mempersiapkan tim khusus untuk melakukan peneraan baik di daerah di Indonesia maupun di Malaysia dilakukan di Johor Bahru. Di Indonesia, peneraan dilakukan pada 6 desa kandidat penerima manfaat baik di Kabupaten Ponorogo maupun Kabupaten Blitar, Jawa Timur (Jatim). Selanjutnya berdasarkan hasil peneraan, Infest akan menentukan tiga desa dampingan di masing-masing kabupaten.
Kabupaten Blitar maupun Ponorogo merupakan dua wilayah yang memiliki jumlah, karakteristik migrasi dan dinamika purna pekerja migran yang beragam. Berdasarkan statistik penempatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kabupaten Ponorogo menempati tingkat tertinggi migrasi penduduk di Jawa Timur, yakni 6.597 di tahun 2016. Sementara Kabupaten Blitar, menempati posisi kedua migrasi penduduk di Jawa Timur, yakni 4.815 orang di tahun 2016.
Menurut Manager Program Penguatan Perlindungan Buruh Migran, Ridwan Wahyudi, proses peneraan diharapkan mampu memetakan desa sasaran baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu gambaran potensi desa-desa kantong buruh migran, khususnya dalam mewujudkan pelindungan pekerja migran. Selebihnya adalah pengenalan awal mengenai program peningkatan akses keadilan dan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya di daerah asal diterima dan diperoleh oleh pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo. []