Banjarnegara – Kelengkapan dan akurasi data menjadi tantangan bagi desa. Kendati mempunyai data dan sering melakukan pendataan, desa seringkali menghadapi persoalan yang bermula dari data. Misalnya, program pelayanan dasar atau perlindungan sosial seringkali memicu konflik horizontal atau vis a vis antara masyarakat dengan pemerintah desa. Hal tersebut salah satunya dikarenakan program perlindungan sosial tidak tepat sasaran.
Hal tersebut diakui oleh Supriyono selaku Kepala Desa Gentansari, Kecamatan Pagedongan, Kabupaten Banjarnegara . Menurutnya, kelemahan desa dalam melakukan perencanaan pembangunan terletak pada ketersediaan dan keakuratan data. Hal tersebut berdampak pada lemahnya proses pembangunan di tingkat lokal desa.
“Kami sadari betul bahwa kelemahan yang ada dalam perencanaan pembangunan adalah miskin data dan kurang bisa dipertanggungjawabkan,” ujar Supriyono ketika membuka pelatihan Pemetaan Kesejahteraan Lokal di Balai Desa Gentansari, (15/9/2015).
[Baca juga: “Sampai Kapan Pun Data Kemiskinan Tidak Akan Valid”]
Pelatihan Pemetaan Kesejahteraan Lokal di Desa Gentansari merupakan tahap lanjutan dari Sekolah Perempuan. Pelatihan ini diikuti oleh peserta Sekolah Perempuan, perangkat desa, perwakilan lembaga desa salah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Proses ini sekaligus menunjukkan peran kelompok perempuan dalam proses perencanaan pembangunan berkolaborasi dengan pemerintah desa.
[Baca juga: Pemda Banjarnegara Siap Kawal Pemetaan Kesejahteraan]
Sebelumnya, para Kader Perempuan Pembaharu Desa Gentansari telah melakukan pemetaan aset dan potensi desa serta penulisan narasi. Dalam pemetaan kesejahteraan lokal, kader perempuan pembaharu desa berkolaborasi dengan pemerintah desa untuk melakukan pemetaan kesejahteraan yang dimulai dari merumuskan indikator kesejahteraan lokal. Masing-masing data akan menjadi milik desa dan menjadi rujukan perencanaan pembangunan di desa.
Menurut Frisca Arita Nilawati, selaku fasilitator, pemetaan kesejahteraan lokal menitikberatkan penentuan kriteria sejahteran dan bukan dilakukan oleh desa. Pendefinisian dan penentuan indikator kesejahteraan ditentukan sendiri oleh desa. Pendekatan ini dilakukan sebagai alternatif penyediaan basis data yang melihat keragaman kondisi desa di Indonesia.
“Pemetaan kesejahteraan desa bertujuan untuk memahami kondisi desa, masalah yang dihadapi hingga mengakomodasikan perumusan kebijakan di desa. Kalau sudah mempunyai data akan mendorong pemerintah desa tanggap dalam melayani warganya,” terang Frisca.
Indikator kesejahteraan lokal Gentansari
Selama dua hari pelatihan (16-`17/9/2015), peserta belajar dari hal mendasar, tentang data. Dimulai dari beberapa pertanyaan seperti, apa itu data? Apa saja data yang dimiliki oleh desa? Apakah desa mempunyai kewenangan dalam pendataan? Setelah itu, mulai masuk pada pembahasan apa saja kesejahteraan sesuai kondisi Desa Gentansari dan bagaimana cara melihatnya?
Pertanyaan terakhir, menjadi inti dari pelatihan pemetaan kesejahteraan. Para peserta saling berdiskusi dalam merumuskan indikator kesejahteraan versi Gentasari. Dalam pertemuan ini, disepakati tingkatan kesejahteraan lokal di Gentansari menggunakan kriteria, sangat miskin, miskin, sedang, dan kaya. Dari masing-masing tingkatan, peserta menjabarkan indikator yang memengaruhi.
Dalam diskusi muncul indikator-indikator yang memengaruhi tingkat kesejahteraan warga Gentansari. Secara berurutan, ditemukan delapan indikator utama yakni pendapatan, lahan, pekerjaan, rumah, kendaraan, pendidikan, tanggungan, dan penerangan. Alih-alih menggunakan indikator kesejahteraan di tingkat nasional, para peserta merumuskan indikator kesejahteraan bercermin pada keseharian dan karakteristik masyarakat di sesa. Ukuran yang dapat dipakai ialah segala sesuatu yang ada di desa. Secara berurutan, masing-masing indikator mempunyai bobot penilaian yang berbeda. Besaran bobot indikator akan bepengaruh pada tingkat kesejahteraan sebuah rumah tangga.
Hasil dari diskusi ini kemudian akan dibawa ke pertemuan warga atau musyawarah desa untuk membahas, mengulas, melihat kembali dan menyepakati indikator kesejahteraan. Dilanjutkan dengan penggalian data melalui sensus. Saat ini, telah ada pembagian kerja dalam melakukan sensus di desa yang terdiri dari kelompok perempuan, kepala dusun, dan perangkat desa.