Prinsip umum pengelolaan keuangan desa memuat tiga aspek yakni transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Hal tersebut disampaikan Roy Salam dari Indonesian Budget Center (IBC) dalam lokakarya penyusunan baseline tata kelola keuangan desa yang diselenggarakan Infest Yogyakarta, Jumat (15/5/2015).
Menurut Roy, transparansi menjadi elemen krusial karena menjadi prasyarat adanya partisipasi warga dan akuntabilitas tata kelola keuangan. Transparansi merupakan mekanisme yang menjamin keterbukaan informasi di tingkat desa. Dan, yang terpenting keterbukaan didasarkan pada semangat pelayanan publik.
“Sayangnya, pemahaman tentang keterbukaan informasi hanya untuk menggugurkan kewajiban bukan untuk pelayanan. Misalnya, website pemerintah yang dibuat mahal tetapi warganya susah mengakses internet,” terang Roy.
Transparansi menjadi pintu masuk bagi partisipasi warga. Disini, partisipasi tidak sebatas kehadiran, melainkan akses warga untuk menjadi pengambil keputusan dalam proses perencanaan keuangan. Juga, semangat partisipasi menjadi ruang kontrol dan pengawasan masyarakat. Hal tersebut penting untuk mendorong kinerja pemerintah desa dan kualitas perencanaan yang demokratis.
Selain itu, dibutuhkan pula komitmen kuat dari pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan semua lembaga yang ada di desa untuk melaksanakan prinsip akuntabilitas. Prinsip akuntabilitas perlu menetapkan capaian kinerja pemerintah desa, sasaran dan kebermanfaatan dalam pembangunan desa.
Akuntabilitas seharusnya juga bisa menjamin pemanfaatan sumber daya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tertib dalam peraturan perundang-undangan juga menjadi prinsip dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam konteks kepengaturan desa mutakhir, pasca disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), ketiga prinsip tadi menjadi panduan bahwa penguatan kapasitas manusia paling penting.