Tasikmalaya — Desa sebagai subyek pembangunan, bukan obyek. Itulah petikan isu penting dalam kegiatan Festival Jawa Selatan (JadulFest) 2012 yang diselenggarakan oleh Gerakan Desa Membangun (GDM), Infest Yogyakarta, Blogger Nusantara dan Pemerintah Desa Mandalamekar Kecamatan Jatiwaras Tasikmalaya di Mandalamekar (2-5/06/2012). Kegiatan yang mempertemukan tak kurang dari 150 pemerintah desa dan komunitas ini menyuarakan upaya untuk menggeser predikat desa sebagai obyek pembangunan menjadi subyek.
Upaya untuk menggeser peran desa dari obyek menjadi subyek pembangunan perlu diupayakan sendiri oleh desa. Desa perlu belajar mandiri untuk membangun tanpa harus bergantung pada bantuan pihak luar. Meski tidak mudah, upaya tersebut telah diupayakan oleh des-desa yang tergabung dalam gerakan desa membangun. Pengalaman Desa Mandalamekar di Tasikmalaya, Melung dan Dermaji di Banyumas yang berupaya memulai pelbagai terobosan, seperti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tengah keterbatasan akses, menunjukkan bahwa desa tidak lagi menjadi aktor yang menunggu bantuan dan kesiapan infrastruktur yang diupayakan oleh pemerintah.
Budhi Hermanto, salah satu dewan pengarah JadulFest, menegaskan bahwa desa perlu menemukan potensi agar dapat mandiri. Hal tersebut perlu pula dibarengi dengan pengembangan kapasitas yang dibutuhkan oleh desa. Desa dipandang perlu juga mulai membangun lingkaran belajar yang mendorong mereka belajar antardesa.
“Desa harus berani keluar dari kebiasaan lama yang menunggu pemerintah. Desa bisa memetakan potensi dan mengembangkan kapasitas yang dibutuhkan untuk mengelola potensi tersebut. Desa juga perlu buat lingkar belajar, jadi mereka bisa saling melengkapi,” ujar Budhi.
JadulFest sebagai media konsolidasi jaringan desa yang tergabung dalam Gerakan Desa Membangun mempertemukan desa, komunitas, masyarakat dan lembaga pemerintah untuk bersama merumuskan pendekatan partisipatif terbaik untuk pengembangan masyarakat. Sesi Rembug Nasional Tata Kelola Desa dan Pengelolaan Sumber Daya mencoba mempertemukan pihak-pihak tersebut guna menyusun formula tepat dalam pengelolaan pemerintahan desa. Beberapa isu penting dalam tata kelola pemerintahan desa turut menjadi perbincangan serius dalam kegiatan JadulFest, seperti Keterbukaan Informasi Publik, Perbaikan Tata Kelola Pelayanan Publik dan Sumber Daya Ekonomi.
Arena JadulFest juga menjadi ajang penguatan kapasitas bagi pemerintah desa. Beberapa kelas penguatan kapasitas turut digelar dalam kegiatan ini, seperti Penggunaan Piranti Lunak bebas dan Terbuka (free and open source software); Video Komunitas; Blogger Ndeso; Kritis Menonton Televisi; Pemetaan Partispatif; Pengembangan Media Komunitas; dan Pengembangan Ekononi Masyarakat.
Salah satu konsep penting dalam JadulFest adalah mpemertemukan desa dengan kelompok lain yang memungkinkan untuk menjadi “teman belajar” bagi desa. Konsolidasi ini difasilitasi melalui sebuah forum bisnis pada malam penutup JadulFest. Forum ini diikuti oleh desa, pelbagai komunitas dan beberapa pengusaha atau perusahaan. Rumusan yang dihasilkan melaui forum ini adalah rencana tindaklanjut pada masing-masing desa bersama dengan rekanan strategis untuk mengembangkan pelbagai potensi yang dimiliki.
Pertemuan desa dan rekanan strategis ini diharapkan mampu mendorong percepatan penguatan kapasitas desa. Menurut Yossy Suparyo (33), salah satu dewan pengarah JadulFest, pertemuan bisnis ini bertujuan untuk memperbanyak referensi bagi desa untuk mengembangkan kapasitas sesuai dengan pelbagai kebutuhan lokal.
“Intinya, business forum itu agar desa bisa bertemu partnernya lalu bisa merumuskan bagaimana mereka bekerjasama untuk mendukung upaya desa mengembangkan diri,” tegas Yossy.